Diduga Menyimpang! Mahhul Luthfi: Bongkar Skandal Dugaan Gratifikasi dan Penyimpangan TIMPORA Lindungi PT BJA

Mahhul Luthfi, ketua JPLLH Provinsi Gorontalo
Mahhul Luthfi, ketua JPLLH Provinsi Gorontalo
GORONTALO – Ketua Jaringan Peduli Lindungi Lingkungan Hidup (JPLLH) Provinsi Gorontalo, Mahhul Luthfi, mengeluarkan pernyataan tegas terkait kunjungan 17 anggota tim pengawasan orang asing atau TIMPORA, ke PT Biomasa Jaya Abadi (BJA).

Kunjungan tersebut menuai kritik tajam karena dinilai menyimpang dari tugas pokok dan fungsi utama TIMPORA yang seharusnya hanya mengawasi keberadaan dan aktivitas orang asing, bukan menjustifikasi legalitas perizinan bisnis yang jelas berada di luar kewenangan mereka.

“Ini adalah pelanggaran terang-terangan!,” ujar Luthfi.

Menurutnya, pernyataan Ketua TIMPORA yang menyebut bahwa seluruh operasional PT BJA sudah sesuai aturan, termasuk terkait perizinan, merupakan tindakan yang tidak bisa diterima.

“Bagaimana mungkin TIMPORA bisa memastikan hal ini tanpa adanya verifikasi langsung dari otoritas teknis? Pernyataan ini sangat mencurigakan dan jelas melampaui batas kewenangan mereka!” tegas Luthfi.

Lebih lanjut, Luthfi menegaskan meminta Kepala Kanwil Hukum dan HAM Provinsi Gorontalo dan Kadiv Imigrasi untuk menjelaskan kepada publik, metode pemeriksaan seperti apa yang dilakukan oleh TIMPORA selama di BJA sehingga bisa menyimpulkan keabsahan, kelengkapan perizinan PT BJA.

“Apa yang dilakukan TIMPORA ini jelas-jelas melangkahi otoritas instansi lain. Ini bisa membuka pintu bagi konflik kepentingan, dan tidak menutup kemungkinan adanya gratifikasi,” sebut Luthfi.

Selain itu, ia mempertanyakan mengapa pemberitaan kunjungan tersebut hanya berfokus pada perizinan dan investasi PT BJA, sementara terdapat beberapa perusahaan lain yang dikunjungi.

“Ini sangat mencurigakan! Lagi pula kami mendapatkan informasi bahwa PT BJA sudah lama tidak menggunakan tenaga kerja asing. Jadi, apa sebenarnya motif di balik kunjungan ini? Apakah ada sesuatu yang lebih besar yang coba ditutup-tutupi?” ucap Luthfi mencurigai.

Luthfi juga mempertanyakan apakah pernyataan Imigrasi Kanwil Hukum dan HAM Provinsi Gorontalo sudah atas persetujuan perwakilan instansi yang terlibat dalam operasi gabungan tersebut.

Dia mendesak adanya investigasi independen dan keterlibatan instansi teknis untuk mengaudit kegiatan PT BJA secara menyeluruh, terutama dari segi perizinan dan dampak lingkungan.

“Kita tidak bisa menerima begitu saja pernyataan TIMPORA yang jelas-jelas tidak memiliki kapasitas untuk menilai legalitas ini. Jika tidak ada investigasi lanjutan, publik akan semakin curiga bahwa ada unsur gratifikasi di balik pernyataan mereka,” tegasnya.

“Kami juga akan meminta pernyataan dari 17 instansi yang terlibat dalam operasi gabungan pengawasan orang asing tersebut apakah memang sudah melihat, memeriksa kelengkapan, dan kebenaran dokumen perizinan sebagaimana pernyataan Imigrasi Kanwil Hukum dan HAM Gorontalo,” tambahnya.

JPLLH berkomitmen untuk terus memantau dan memperjuangkan transparansi serta kepatuhan hukum dalam setiap kegiatan yang melibatkan eksploitasi sumber daya alam di Provinsi Gorontalo.

Terpisah, Ketua Timpora Provinsi Gorontalo sekaligus Kepala Bidang Inteligent & Penindakan Keimigrasian Divisi Imigrasi Kanwil Menkumham Gorontalo, Raden Imam Jati Prabowo saat dikonfirmasi mengatakan, kegiatan kunjungan tersebut ditujukan kedua perusahaan, yaitu PT PETS dan PT BJA, serta pelabuhan Lalape.

“Saat memeriksa PT PETS, ditemukan empat WNA yang bekerja di perusahaan tersebut dengan Izin Tinggal Terbatas (ITAS), sementara satu WNA lainnya sedang cuti dan kembali ke negaranya. Pada kesempatan ini, anggota tim dari berbagai instansi, seperti BKPM, Kementerian Tenaga Kerja, dan Karantina Kesehatan, memberikan arahan terkait tugas dan fungsi masing-masing,” ujar Raden.

Timpora kata Raden adalah tim yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri, dengan anggota yang ditentukan sesuai kebijakan. Setiap tahunnya, Tim Pora mengadakan rapat untuk pertukaran informasi dan melakukan operasi gabungan, terutama memeriksa perusahaan yang diduga mempekerjakan Warga Negara Asing (WNA) atau menerima kunjungan WNA.

“Di hari kedua kunjungan, Timpora memeriksa PT BJA, namun tidak ditemukan WNA yang bekerja di perusahaan tersebut. Semua pekerja yang diperiksa adalah Warga Negara Indonesia (WNI). Perwakilan dari Dinas Tenaga Kerja menanyakan apakah para pekerja tersebut merupakan penduduk setempat. Bea Cukai menyampaikan bahwa semua barang yang akan dikirim sudah lengkap persyaratan dan izinnya, sementara Dinas Penanaman Modal memastikan bahwa perizinan produksi perusahaan sudah sesuai,” ungkapnya

Hingga akhir pemeriksaan, kata dia, tidak ditemukan pelanggaran oleh Timpora di kedua perusahaan yang menjadi target operasi gabungan kali ini.

Namun begitu, dirinya enggan menanggapi terkait pernyataan perizinan yang sebelumnya dinyatakan telah berizin dan tidak ada kendala.

Selain itu, dia juga tak menampik dugaan main mata yang dilakukan oleh Timpora saat turun ke PT BJA.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *