Tragedi Pohuwato, Ketua PWI Bolmut Sesalkan Oknum Polisi yang Mengintimidasi Tugas Jurnalis

Patris Babay, Ketua PWI Bolmut menyesalkan tindakan oknum anggota polisi yang mengintimidasi kerja jurnalis
Patris Babay, Ketua PWI Bolmut
IDENTIK.NEWS – Ketua Persatuan Wartawan Indonesia Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (PWI Bolmut) Patris Babay menyesalkan perampasan alat kerja milik wartawan yang sedang meliput pada aksi demo di Kabupaten Pohuwato.

Aksi perampasan tersebut diduga dilakukan oleh oknum anggota kepolisian Polres Pohuwato, Kamis (21/09/2023).

Menurut Patris Babay, aksi perampasan alat peliputan milik wartawan itu adalah bentuk perampasan kemerdekaan pers yang sedang melakukan kegiatan peliputan. Hal tersebut katanya patut disebut cara mengintimidasi kerja pers.

“Aksi yang dilakukan oleh oknum anggota polisi ini jelas telah melanggar kemerdekaan pers yang dijamin oleh Undang-undang nomor 40 Tahun 1999 tengang Pers,” kata Ketua Patris.

Dalam Pasal 4 ayat (1) UU Pers, lanjutnya, disebutkan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. Penjelasannya, pers bebas dan tindakan pencegahan, pelarangan, dan atau penekanan agar hak masyarakat untuk memperoleh informasi terjamin.

Dalam Pasal 4 ayat (2) UU Pers juga disebutkan bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran atau pelarangan penyiaran.

Selain itu, dalam Pasal 4 ayat (3) UU Pers disebutkan bahwa untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.

“Sedangkan dalam Pasal 8 undang-undang yang sangat jelas, disebutkan bahwa dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.

Sehingga itu, perbuatan oknum anggota polisi tersebut merupakan perbuatan melawan hukum,” jelas Patris

Ia pun menegaskan, dalam Pasal 18 UU Pers disebutkan, setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta rupiah.

“Kami berharap kepada Kapolda Gorontalo Irjen Pol Drs. Angesta Romano Yoyol untuk memberikan sanksi tegas kepada anggotanya yang telah menghambat atau menghalangi pekerjaan wartawan, dan perlu diberikan sanksi agar kejadian serupa tidak berulang di masa mendatang,” pintanya.

Pemberian sanksi tegas kepada pelaku, katanya, bukan hanya untuk menghormati UU Pers tapi sekaligus ditujukan untuk membina anggota kepolisian demi menghormati perundang-undangan yang berlaku, sekaligus penghargaan tinggi terhadap hak asasi manusia, dan menjaga martabat sekaligus citra kepolisian.

“Hal itu mengacu pada kode etik profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana termaktub dalam Surat Keputusan Kapolri No. Pol: KEP/32/VI/2003 tanggal 1 Juli 2003. Pelanggaran Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia sama dengan mencederai amanat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,” urainya.

Pihaknya juga meminta oknum Polisi yang terlibat, diharapkan meminta maaf secara langsung dan terbuka kepada jurnalis yang mengalami tindakan arogansi dan intimidasi dari oknumĀ polisi tersebut.

Lebihnya lanjut, pria yang juga Ketua Sahabat Polisi Indonesia Kabupaten Bolmut ini juga mendesak semua pihak untuk selalu menghormati perundang-undangan yang berlaku dan melindungi tugas jurnalis dalam menjalankan profesinya. Setiap terjadi sengketa pemberitaan diselesaikan dengan menempuh mekanisme yang diatur dalam UU Pers.

Ia juga meminta kepada Kapolres Pohuwato, untuk menjadikan kasus ini sebagai shock terapi kepada seluruh jajaran agar semua pihak menghormati UU Pers. Hal ini agar seluruh jajaran kepolisian menghormati perundang-undangan yang berlaku. (***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *