GORONTALO – Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Gorontalo 2025 – 2029 menuai sorotan dari Fraksi NasDem DPRD Provinsi Gorontalo, yang menilai dokumen tersebut tidak mencerminkan visi pembangunan yang kuat. Menanggapi hal itu, tokoh muda Gorontalo, Gunawan Rasid, menyebut kritik tersebut terkesan menyederhanakan proses perencanaan pembangunan yang kompleks.
Gunawan menilai bahwa komentar yang disampaikan oleh Juru Bicara Fraksi NasDem, Umar Karim, saat sidang paripurna pada (8/7), cenderung mengabaikan substansi yang terkandung dalam dokumen RPJMD. Menurutnya, menilai dokumen penting seperti RPJMD hanya dari gaya bahasa atau panjangnya pernyataan visi dan misi merupakan pendekatan yang dangkal.
“Kalau hanya melihat visi dari panjang pendeknya kata, sama saja seperti menilai kualitas buku hanya dari desain sampulnya. Justru kekuatan dokumen ini ada pada bahasa yang mudah dipahami publik, bukan jargon yang hanya dimengerti teknokrat,” ujar Gunawan pada media ini, Rabu (9/7/2025).
Lebih lanjut, Gunawan menekankan bahwa penilaian terhadap RPJMD tidak bisa hanya dilihat dari sisi teknis, melainkan harus dikaitkan dengan dinamika politik, sosial, dan ekonomi yang sedang dihadapi daerah. Dalam hal ini, pendekatan realistik dan partisipatif menjadi penting agar dokumen tersebut benar-benar menjadi pedoman yang hidup dan adaptif.
Gunawan juga mengomentari pandangan Fraksi NasDem yang menyebut misi “Gorontalo Keluar dari Lima Provinsi Termiskin” sebagai tidak logis. Sebaliknya, ia menilai misi tersebut justru merepresentasikan harapan dan dorongan psikologis kolektif masyarakat Gorontalo untuk bangkit dari stigma yang melekat.
“Ini bukan soal kompetisi kemiskinan, tetapi soal membangun semangat untuk memperbaiki citra dan martabat daerah. Kalau hari ini kita keluar dari daftar lima termiskin karena perubahan statistik, maka tugas kita memastikan ada perbaikan nyata dalam kualitas hidup masyarakat”, tegasnya.
Gunawan juga menanggapi kritik yang menilai capaian opini WTP dan laporan kinerja pemerintahan (LPPD) sebagai indikator yang menyesatkan. Ia menegaskan bahwa dua indikator itu tetap relevan sebagai alat ukur keberhasilan tata kelola pemerintahan.
“Bagaimana mungkin kita bicara pembangunan berkelanjutan kalau aspek keuangan dan manajemen pemerintah tidak akuntabel? Justru indikator seperti WTP adalah fondasi dari kepercayaan publik terhadap kinerja pemerintah”, katanya.
Ia kemudian mengajak seluruh pihak, termasuk Fraksi NasDem, untuk menyampaikan kritik yang bersifat membangun, disertai dengan masukan konkret dan solutif. Menurutnya, dokumen RPJMD adalah hasil awal yang akan terus berkembang dalam pembahasan legislatif dan eksekutif.
“RPJMD bukan naskah final yang tak bisa diubah. Tapi jangan juga kita membunuh semangat dan itikad baik yang ada di dalamnya hanya karena perbedaan posisi politik”, ucapnya.
Menutup pernyataannya, Gunawan menekankan bahwa keberadaan RPJMD 2025–2029 merupakan momentum strategis bagi semua elemen masyarakat untuk terlibat aktif dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah.
“Kritik itu penting, tapi yang lebih penting adalah bagaimana kita semua bisa berkontribusi secara nyata. Jangan hanya jadi penonton, mari kita terlibat langsung mendorong Gorontalo menjadi provinsi yang lebih maju dan sejahtera”, tutupnya.


