GUGURNYA PRAPERADILAN DALAM KASUS GORR (GORONTALO OUTER RING ROAD) DAN MASUK KUALIFIKASI ASAS NEBIS IN IDEM

Dahlan Pido, SH., MH. (Praktisi Hukum/Advokat Senior).

Oleh :

Dahlan Pido, SH., MH. (Praktisi Hukum/Advokat Senior).

Dalam putusan Mahkamah Konstitusi RI bernomor 102/PUU-XIII/2015 menyimpulkan bahwa, permohonan Praperadilan gugur saat telah dimulainya sidang pertama terhadap pokok perkara, sehingga permintaan Praperadilan gugur ketika pokok perkara telah dilimpahkan dan telah dimulai sidang pertama terhadap pokok perkara atas nama Terdakwa/pemohon Praperadilan. Pertanyaan besarnya adalah, apakah pemohon Praperadilan dalam hal ini Gorontalo Corruption Watch (GCW) yang mengajukan itu adalah Terdakwa langsung yang menjadi korban dari sanksi Pidana yang ada ??? Jangan sampai pengajuan/permohonan Praperadilan menjadi tindakan yang sia-sia, minta perhatian dan lebih politis ???

Bahwa dalam Praperadilan ini, alasan GCW menggugat Kejaksaan Tinggi (Kejati) Gorontalo tidak serius dalam menangani kasus kerugian negara sebesar Rp. 43 Milyar, padahal dalam kasus ini sudah ada 4 (empat) orang yang disidangkan di Pengadilan TIPIKOR Gorontalo pada saat itu (27 April 2021) ada 1 (satu) orang ASN dijatuhi sanksi hukuman 1 tahun 6 bulan karena bersalah.

Jadi jelas bahwa permohonan Praperadilan ini gugur setelah berkas pokok perkara dilimpahkan oleh Jaksa Penuntut Umum dan diregistrasi di PN, dan itu menjadi tanggung jawab yuridis beralih dari Jaksa di Kejati Gorontali ke Pengadilan Tipikor/PN. Gorontalo, atau batas waktu perkara permohonan Praperadilan gugur ketika pemeriksaan perkara pokok sudah mulai disidangkan. Apalagi jalan GORR tersebut sudah digunakan oleh masyarakat umum, sangat bermanfaat dan solusi mengurai kemacetan yang saat ini ada di Gorontalo dari Tapa sampai menuju bandara di Isimu, menuju Gorut lanjut Manado.

Untuk menghindari perbedaan penafsiran dan implementasi Praperadilan, Mahkamah Konstitusi RI pada Nomor 102/PUU-XIII/2015 berpendapat dengan keputusannya, demi kepastian hukum dan keadilan, perkara Praperadilan dinyatakan gugur pada saat telah digelar sidang pertama terhadap perkara pokok atas nama Terdakwa/pemohon Praperadilan. Bagi Mahkamah, penegasan sesuai hakikat Praperadilan dan sesuai pula dengan semangat yang terkandung dalam Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP. Atas dasar itu, Mahkamah berpendapat norma Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP yang berbunyi, “dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh Pengadilan Negeri, sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada Praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur, dan ini tidak bertentangan dengan ketentuan yang ada, bahkan Konstitusi yang lebih tinggi, yaitu UUD 1945.

Perkara yang diajukan Praperadilan oleh GCW juga merupakan NEBIS IN IDEM, asas hukum yang menyatakan bahwa,  dalam perkara dengan obyek sama, para pihak sama, dan materi pokok perkara yang sama yang diputus oleh Pengadilan Negeri yang telah berkekuatan hukum tetap yang mengabulkan atau menolak, tidak dapat diperiksa kembali untuk kedua kalinya.

Setiap putusan yang telah dijatuhkan oleh Hakim, baik itu putusan yang merupakan pemidanaan maupun putusan yang lainnya adalah sebagai bentuk pertanggung jawaban yang diberikan oleh Undang-undang terhadap yang telah terbukti secara sah dan berdasarkan bukti yang kuat telah terbukti melakukan suatu tindak pidana. Dan pertanggungjawaban terhadap peristiwa atau tindak pidana yang telah dilakukan tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan atas tindak pidana yang tidak pernah dilakukannya, serta hanya berhak menjalani hukuman yang dijatuhkan oleh Hakim atas peristiwa yang dilakukannya.

Sehingga untuk kepastian hukum dan keadilan, jika ada gugatan yang diajukan seseorang ke Pengadilan dan mengandung Nebis In Idem, harus dinyatakan oleh Hakim bahwa gugatan tersebut tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijk Verklaard). Penerapan asas Nebis in idem ini menjadi perhatian Mahkamah Agung dengan diterbitkannya Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 tahun 2002 tentang Penanganan Perkara yang berkaitan dengan Asas Nebis in idem, yang pada pokoknya kepada Hakim-hakim agar memperhatikan dan menerapkan asas Nebis in idem dengan baik  untuk menjaga kepastian hukum bagi pencari keadilan, hal itu juga bertujuan agar tidak terjadi putusan yang berbeda. Demikian pula terdapat beberapa yurisprudensi Mahkamah Agung RI yang dapat dijadikan landasan menyatakan gugatan adalah Nebis in idem. Mahkamah Agung melalui Putusan pada tingkat kasasi No. 647/K/sip/1973 yang menyatakan : ”Ada atau tidaknya asas Nebis in idem tidak semata-mata ditentukan oleh para pihak saja, melainkan terutama bahwa obyek dari sengketa sudah diberi status tertentu oleh keputusan Pengadilan yang lebih dulu dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap”.

Untuk melihat apakah suatu perkara terkualifikasi Nebis in idem, maka harus dilihat objek dan subjek dalam perkara tersebut, jika terdapat persamaan maka dapat dipastikan terpenuhi asas Nebis in idem, selanjutnya perkara akan dinyatakan tidak dapat diterima oleh Majelis Hakim (Niet Ontvankelijk Verklaard), sehingga jelas dalam Praperadilan GORR ini masuk kualifikasi dinyatakan GUGUR dan NEBIS IN IDEM.

Demikan, salam penulis.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *