Kotamobagu (Identiknews) — Debt kolektor yang baru-baru ini sering disebut oleh Kapolda Sulawesi Utara (Sulut), hingga jajaran Polres, menjadi perhatian publik.
Teranyar, di Kotamobagu, debt kolektor kembali berulah. Namun, bukan dengan gaya penarikan paksa kendaraan, kali ini diduga melakukan tipuan terhadap konsumen dengan dalih ‘biaya batal penarikan’.
Hal ini, dilakukan oleh debt kolektor PT Adira Multi Finance Cabang Kotamobagu. Sementara konsumen yang merasa dirugikan itu berinisial YD.
YD mengaku kecewa karena adanya tambahan biaya hingga jutaan rupiah, dengan dalih sebagai biaya batal tarik kendaraan.
Kepada sejumlah media, YD mengaku sudah menyetor uang sebesar Rp 11juta untuk pembayaran 2 bulan angsuran, ditambah lagi dengan adanya biaya batal tarik, yang diinformasikan oleh karyawan yang datang menagih.
“Rp 11juta itu, saya serahkan ke karyawan yang datang menagih pada bulan Maret 2023, kwitansinya pun ada. Iya saya tahu yang disetor dua bulan dan sekitar Rp 4jutaan sisanya katanya sebagai biaya batal tarik,” kata YD.
Namun, setelah dirinya melakukan konsultasi ke pihak manajemen PT Adira Kotamobagu, ia mengaku kaget setelah mengetahui bahwa tidak ada biaya batal tarik, seperti yang diinformasikan penagih.
“Iya, ini kwitansi resmi dan telah disetor dua bulan angsuran sebesar Rp7 juta 430 ribu. Juga ada kwitansi sebesar Rp11 juta 450 ribu yang juga telah ditandatangi oleh salah satu tim penagihan,” ungkapnya.
“Hingga saat ini saya belum menerima kwitansi resmi dari manajemen Adira sebagai bukti atas dugaan biaya batal tarik,” tambahnya.
Menurutnya, hal itu sangat merugikan nasabah, karena ia harus membayar biaya yang seharusnya tidak perlu dibayarkan.
Sayangnya, Kepala Divisi Marketing Adira Finance Kotamobagu, Sukiman, mengaku tidak tahu menahu persoalan tersebut dan meminta untuk menghubungi Kepala Divisi Collection.
Sedangkan Kepala Divisi Collection sendiri enggan berkomentar lebih.
“Tadi sudah ketemu nasabah dengan yang melakukan penagihan,” singkatnya.(*)
Harus ditindak lanjuti di ranah Hukum, biar oknum tsb di proses sesuai ketentuan hukum yg berlaku, agar tdk memakan banyak korban lagi, sebagai nasabah yg baik, korban mempunyai hak atas perlindungan konsumen