IDENTIK.NEWS – Tarik ulur persoalan sengketa kepemilikan lahan yang berada di Desa Iyok kecamatan Bolangitang Barat kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Bolmut) seluas 7 hektar, pemerintah kecamatan Bolangitang Barat menggelar mediasi kepada kedua belah pihak, Selasa 19 Juli 2022.
Pada kesempatan itu, pihak pemerintah kecamatan Bolangitang Barat, mengundang seluruh kedua belah pihak yang sebelumnya telah melakukan mediasi di Desa Iyok, namun belum menghasilkan hasil yang dapat diterima kedua belah pihak.
“Hal ini kemudian, merupakan tindak lanjut dari mediasi yang ada di Desa, kemudian kami (pihak pemerintah kecamatan) melakukan mediasi kembali, guna untuk mendapatkan titik terang serta kesepakatan yang lahir dari musyawarah kedua belah pihak,” kata Camat Bolangitang Barat Kamil Pontoh.
Kamil kemudian mengatakan, pihaknya sebagai pemerintah di kecamatan, wajib menindaklanjuti surat permohonan yang disampaikan oleh pihak ahli waris, melalui pemerintah Desa Iyok.
“Disini, kami tidak melihat ada gugatan atau yang tergugat, karena ini prosesnya mediasi atau musyawarah. Jadi tidak ada titik berat kami sebagai pemerintah dalam memediasi persoalan ini,” tutur Kamil.
Berdasarkan pantauan media ini, kedua belah pihak yang kesemuanya merupakan ahli waris, sempat memperdebatkan masing-masing bukti surat keterangan jual beli yang menjadi dasar kedua bela pihak.
Keluarga ahli waris dari M. Pontoh – Datuela (Almarhum Mai Jamalu) mengungkapkan, tanah ini adalah milik leluhur mereka, namun hari ini belum diserahkan oleh ahli waris pembeli (Almarhum Abdullah Awad Yarbo) yang pernah membeli tanaman kelapa pada tahun 1928 dan 1945.
Hal ini disampaikan oleh salah satu pihak ahli waris perwakilan keluarga dari Desa Iyok, Ahmad Massie. Ia menjelaskan kronologi lahan tersebut adalah hak milik mereka selaku ahli waris, yang saat ini sudah diklaim sebagai milik dari ahli waris Almarhum Abdullah bin Awad Yarbo.
“Sejarah perihal jual beli ini terjadi di tahun 1928, di atas tanah seluas 7 hektar ini, terdapat tanaman kelapa sejumlah 664 pohon milik dari almarhum Kakay (kakek) kami bernama M. Pontoh – Datuela (alm. Mai Jamalu) kemudian kelapa ini dijual oleh almarhum kakay kami tersebut diatas kepada almarhum Abdulah Bin Awad Yarbo, yang terjual adalah tanaman kelapa, bukan tanah, dan itupun tidak dijual sekaligus, terdapat empat kali penjualan tanaman kelapa, selang tahun 1928 dan 1946, termasuk juga penjualan hanya berupa buah kelapa, sesuai dengan perjanjian yang dijual bukan tanah,” terang Ahmad Massie.
Ahmad mengemukakan fakta, penjualan-penjualan tanaman kelapa tersebut dengan surat jualan yang ditandatangani oleh Paduka Raja Kaidipang Besar (R.S. Pontoh) saat itu, namun hingga saat ini, tanah tersebut tidak pernah dikembalikan oleh pembeli pohon kelapa pada pemiliknya yakni ahli waris.
“Tanaman kelapa itu hari ini sudah tidak ada, namun tanah itu tidak pernah dikembalikan pada kami selaku ahli waris, untuk itulah kami datang ke kantor camat selaku pemerintah, untuk dapat memediasi antara kami ahli waris tanah dan ahli waris pembeli kelapa saat itu,” jelas Ahmad
Pihaknya pun berharap pemerintah kecamatan bisa mengambil langkah mediasi, karena tahun 1999 silam sudah pernah ada upaya mediasi dari pemerintah desa Iyok.
“Tahun 1999 kami sudah dimediasi oleh pemerintah desa dan kecamatan, dan Camat Bolangitang saat itu setelah mempelajari isi surat jual beli, Camat memberikan tenggang waktu selama satu bulan 16 hari kepada ahli waris dari almarhum Abdulah Bin Awad Yarbo untuk mengajukan gugatan ke PN Kotamobagu, namun tidak diindahkan,” tuturnya.
Hal tersebut kemudian menjadi perdebatan bersama dengan pihak ahli waris dari Almarhum Abdullah Awad Yarbo.
Ahli waris dari Almarhum Abdullah Awad Yarbo, yang diwakili oleh Lukman Yarbo memaparkan bahwa mereka berpegang pada surat jual beli pada saat itu juga.
“Kami berpegang pada surat jual beli, dan kami mengantongi aslinya,” ujarnya.
Ia pun menerangkan pihaknya bersih keras tidak menginginkan lahan tersebut dikembalikan kepada Ahli Waris Almarhum M. Pontoh – Datuela.
Perdebatan berlangsung alot, hingga Camat Bolangitang Barat, Kamil Pontoh mengambil alih perdebatan tersebut.
Kamil pun menerangkan pihaknya hanya berupaya memediasi hingga terciptanya musyawarah kedua belah pihak.
Sampai pertemuan tersebut berakhir, proses mediasi tidak mencapai mufakat.
Kamil kemudian mengingatkan, pihaknya tak mengambil langkah sebagai pemutus persoalan tersebut.
“Karena itu bukan tupoksi kami. Silahkan dilanjutkan ke pihak yang berwewenang, jika belum melahirkan musyawarah bersama, dan apabila belum menemukan kepuasan,” pungkasnya. (Svg)