IDENTIK.NEWS – Dalam rangka menghadapi Pemilu tahun 2024 mendatang, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) kabupaten Bolmut menggelar sosialisasi implementasi peraturan dan non peraturan Bawaslu.
Sosialisasi tersebut diketahui menghadirkan para Kepala Sekolah se-Kecamatan Bolangitang Timur kabupaten Bolmut, Kamis (06/10/2022).
Ketua Bawaslu Kabupaten Bolmut, Irianto Pontoh dalam sambutannya menyampaikan kegiatan tersebut sengaja dilaksanakan dengan menghadirkan pesertanya dari unsur Kepsek.
“Karena pokok pembahasan utamanya yakni mempertegas kembali aturan seorang ASN dalam perpolitikan dalam hal ini Pemilu 2024,” kata Irianto.
Dikatakannya, pencegahan pelanggaran Pemilu, sudah seharusnya dilaksanakan.
“Guna menciptakan Pemilu yang sehat,” tambahnya.
Ia menerangkan selain pada sisi penanganan pelanggaran, Bawaslu juga mempunyai peran terhadap langkah preventif terhadap pelanggaran-pelanggaran Pemilu nanti.
“Hal ini yang menjadi penting, sehingga para Kepsek yang notabenenya merupakan seorang ASN, diundang dalam kegiatan ini,” terangnya.
Beberapa pertanyaan yang mencuat pada kegiatan tersebut yakni persoalan tekanan pimpinan terhadap seorang ASN.
“Hal ini kami rasa merupakan sesuatu yang tidak bisa dipungkiri, bahwa setiap kontestasi politik, ASN cenderung dimobilisasi,” ucap salah satu peserta pada kegiatan tersebut.
Disisi lain, menurutnya, ASN harus menjaga etikanya yang tidak diperbolehkan melakukan kegiatan kampanye politik.
Ditempat yang sama, Supriadi Goma yang merupakan narasumber pada kegiatan tersebut mengurai, undang-undang telah mengamanatkan kedisiplinan ASN.
“Netralitas ASN selalu menjadi salah satu isu hangat dalam praktek Pemilihan. Karena, posisi ASN sangat strategis untuk menjadi mesin politik dalam mendulang suara,” katanya.
Padahal, jelas dalam undang-undang tentang netralitas ASN itu jika dilanggar, akan mendapatkan sanksi tegas serta pidana.
“Netralitas dari seorang ASN pada hakikatnya dipengaruhi oleh rasionalisasi politik dan keputusan pribadi ASN itu sendiri. Dan disisi lain ia juga berhak memberikan suaranya, namun dengan cara tidak berkampanye,” ungkapnya.
Senada dengan hal tersebut, Irianto Pontoh juga menambahkan, posisi ASN dalam politik ini sudah diatur dalam Undang-Undang Kepegawaian Nomor 43 Tahun 1999, yang mengatur netralitas.
“Dimana, pegawai negeri harus netral dari semua golongan dan partai politik, serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat,” tutur Irianto.
Selain itu, diterangkan juga untuk menjamin netralitas, ASN dilarang menjadi anggota dan atau pengurus partai politik.
“Ketentuan tersebut jelas melarang keberpihakan ASN dalam menjalankan fungsi pemerintahan dan pembangunan,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia menerangkan aturan mengenai sanksi pidana atas pelanggaran netralitas, tertera pada UU Pemilu nomor 7 tahun 2017.
Yang mengatur terkait pelarangan keikutsertaan dalam kegiatan kampanye bagi ASN, Pimpinan MA atau MK sampai perangkat Desa.
Adapun sanksi yang mengatur, tertuang dalam pasal 494 UU 7 tahun 2017 yang menyebutkan, setiap ASN, anggota TNI dan Polri, kepala desa, perangkat desa, dan atau anggota badan permusyawaratan desa yang terlibat sebagai pelaksana atau tim kampanye sebagaimana dimaksud, dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak 12 juta rupiah.
Sedangkan dalam Undang-Undang 10 Tahun 2016 pasal 71 ayat 1 larangan kepada ASN untuk bersikap dan berbuat tindakan yang menguntungkan salah satu paslon.
Terkait sanksi pasal 188 UU nomor 1 tahun 2015 menyebutkan pidana penjara paling lama 6 bulan atau denda maksimal 6 juta rupiah atau memberikan rekomendasi kepada KASN melalui Bawaslu sesuai Perbawaslu nomor 6 tahun 2018. (Svg)